Taufik Hidayat: Pelatih Pun Bisa Degradasi, Jangan Hanya Santai!

PRINCESADESAL.COM – Wakil Ketua Umum I PBSI, Taufik Hidayat, menegaskan bahwa konsep degradasi tidak hanya berlaku bagi atlet tetapi juga pelatih, meskipun dengan waktu penerapan yang berbeda.

Sebelumnya, peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 ini sempat mengungkapkan rencana promosi-degradasi sebagai bentuk evaluasi jika target yang ditetapkan tidak tercapai. Acuan kejuaraan untuk penilaian tersebut di antaranya adalah Japan Open, China Open, dan Macau Open, yang berlangsung dari 15 Juli hingga 3 Agustus mendatang, sebelum Kejuaraan Dunia 2025.

“Ini juga berlaku untuk pelatih. Jadi jangan hanya santai. Tentu saja, jangka waktu evaluasi untuk pelatih dan atlet tidak bisa disamakan,” ujar Taufik kepada media di Kantor Kemenpora, Jakarta.

Taufik, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, memaparkan bahwa ada kriteria tertentu yang digunakan untuk mengevaluasi pelatih yang berpotensi terkena sanksi. Pelatih tidak langsung diberhentikan hanya karena baru melatih namun belum mencapai target.

“Kan ada sistem Surat Peringatan (SP) seperti SP1, SP2, dan SP3. Kalau dia melatih pemain baru, tentu butuh proses. Misalnya pemain yang baru debut, mana mungkin langsung bermain di level tinggi seperti 500, 750, atau 1000. Ranking mereka kan juga belum ada,” jelasnya.

“Harus ada pemahaman terhadap paradigma yang berlaku dan patokan yang digunakan. Setiap pelatih atau pemain memiliki target masing-masing, jadi evaluasinya pun berbeda-beda,” tambahnya.

Terkait ketidakcocokan antara pemain dan pelatih, Taufik kembali menekankan pentingnya tim kerja yang harmonis. Kolaborasi antara kedua pihak perlu dipupuk agar tercipta kerja sama yang optimal.

“Kalau tidak cocok, tentu akan sulit. Pemain dan pelatih harus berupaya saling menyesuaikan diri. Tidak mungkin satu tim tunggal punya lima pemain dengan satu pelatih yang hanya cocok dengan sebagian dari mereka. Masak harus satu pemain satu pelatih? Kan tidak realistis.”

“Kami dulu juga begitu. Datang ke tempat latihan tidak langsung memilih pelatih sembarangan. Nah, inilah pentingnya kerja tim. Pelatih dan atlet harus cepat menemukan chemistry. Semua ini bukan hanya soal melatih, tapi juga tentang bagaimana pelatih bisa menjadi seperti kakak, orang tua, bahkan psikolog bagi atlet. Kalau aspek-aspek itu tidak ada, kita tidak akan maju. Pelatih yang hanya berperan sebagai ‘bos’ tentu hasilnya kurang maksimal,” jelas Taufik dengan penuh keyakinan.

Baca Juga : PBSI Memberikan Peluang bagi Rinov untuk Berkembang di Macau Open

More From Author

PBSI Memberikan Peluang bagi Rinov untuk Berkembang di Macau Open

Fajar Berkolaborasi dengan Fikri: Tanggapan Aryono Miranat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *